Sinema Indonesia kembali menghadirkan sebuah karya istimewa yang mensinergikan seni pertunjukan, alunan musik, serta jejak sejarah dalam bentuk pertunjukan yang megah. Film musikal Siapa Dia arahan Garin Nugroho hadir bukan hanya sebagai hiburan di layar lebar, tetapi juga sebagai bentuk perayaan atas perjalanan panjang sinema dan budaya populer di Indonesia.
Di balik sejumlah daya tarik yang tersaji, perhatian publik banyak tertuju pada sosok Nicholas Saputra. Ia tidak hanya memerankan sebuah karakter, melainkan juga memberikan tafsir mendalam tentang bagaimana sejarah dapat dihidupkan kembali melalui kombinasi akting dan musik.
Nama Nicholas Saputra sudah lama identik dengan aktor yang selektif dan konsisten dalam memilih peran. Sejak kemunculannya di Ada Apa dengan Cinta? (2002), ia lebih banyak berkecimpung dalam proyek yang menonjolkan nilai artistik, seperti Gie, Janji Joni, hingga Paranoia.
Keputusannya bergabung dalam Siapa Dia menunjukkan keinginannya untuk terus mengeksplorasi sisi baru dari seni peran. Peran itu menuntut lebih dari sekadar membawakan tokoh; ia dituntut pula untuk menghadirkan nuansa sejarah yang tetap relevan dengan masa kini melalui medium musikal, yang mengutamakan perpaduan akting, kemampuan vokal, serta penghayatan emosi.
Dalam beberapa kesempatan, Nicholas mengungkapkan bahwa motivasinya terlibat bukan hanya karena kekuatan naskah, tetapi juga karena ingin berpartisipasi dalam sebuah karya yang merayakan warisan panjang perfilman nasional. Bagi Nicholas, Siapa Dia merupakan sarana perenungan yang menunjukkan bagaimana seni, sejarah, dan jati diri bangsa dapat berpadu secara selaras.
Sebagai sutradara, Garin Nugroho dikenal dengan karya-karyanya yang sarat eksperimen estetis. Karya Garin, dari Opera Jawa sampai Kucumbu Tubuh Indahku, memperlihatkan konsistensinya dalam menyuguhkan sinema yang orisinal dengan sentuhan keunikan tersendiri. Siapa Dia menjadi kelanjutan dari jejak panjang itu, kali ini melalui format musikal berskala besar. Film ini menghadirkan dimensi meta: bukan hanya bercerita, melainkan juga menafsirkan ulang perjalanan sinema dan budaya populer Indonesia sepanjang lebih dari seratus tahun.
Dalam alur yang dibangun, Nicholas Saputra menempati posisi peran yang tidak bisa diabaikan. Peran yang dibawakan tidak hanya berfungsi sebagai figur fiktif, melainkan simbol dari generasi yang berjuang memahami identitasnya, menelusuri sejarah, serta menilai kedudukan seni di masyarakat. Melalui penampilannya, penonton diajak menelusuri lapisan-lapisan sejarah yang dihidupkan kembali lewat dialog, tarian, dan musik yang penuh simbol.
Pesona Nicholas Saputra dalam film ini terletak pada kemampuannya memadukan kharisma dengan penghayatan peran yang intim. Dalam Siapa Dia, ia berfungsi sebagai penghubung antara masa lalu dan masa kini. Lewat performa yang tenang sekaligus penuh energi, ia membuat sejarah tampak lebih manusiawi dan relevan, jauh dari kesan kaku sebagaimana tertulis di buku pelajaran.
Nicholas bahkan menuturkan bahwa proses ini memberinya pengalaman yang berbeda: seakan ia ikut menelusuri kembali perjalanan panjang sinema yang turut membentuk kariernya. Bagi Nicholas, keterlibatannya dalam Siapa Dia lebih dari sekadar proyek seni; film ini menjadi sarana kontemplasi tentang siapa dirinya sebagai aktor yang lahir dan berkembang dalam jagat perfilman Indonesia.

Seorang aktor yang identik dengan film drama akan menghadapi tantangan besar ketika harus beralih ke panggung musikal. Format ini menuntut kemampuan ekstra: bernyanyi, bergerak sesuai ritme, sekaligus tetap menjaga konsistensi emosi karakter. Nicholas mengakui bahwa ia perlu menjalani latihan intensif untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan musikal. Namun, justru tantangan tersebut yang mendorongnya untuk terus mengasah kapasitas artistik.
Baginya, musikal menawarkan medium yang sangat kuat untuk menyampaikan pesan sejarah dan budaya kepada khalayak luas. Kombinasi antara musik, tari, dan narasi membuat penonton dapat merasakan pengalaman emosional yang berbeda dari film konvensional.
Sejak awal diumumkan, Siapa Dia berhasil menjadi sorotan, baik di mata masyarakat luas maupun kritikus. Keterlibatan Nicholas Saputra menjadi salah satu alasan kuat mengapa film ini begitu dinanti. Banyak pihak meyakini kehadirannya dapat memberikan daya tarik khusus, terutama bagi generasi muda, untuk lebih mengenal perjalanan sinema Indonesia.
Harapannya, film ini tidak hanya menuai sukses secara komersial, tetapi juga meninggalkan jejak penting dalam peta seni pertunjukan Indonesia. Kolaborasi antara visi Garin Nugroho dan interpretasi Nicholas Saputra menjadikan Siapa Dia berpotensi menjadi karya monumental yang menyatukan sinema, musik, dan refleksi sejarah.
Kehadiran Siapa Dia menegaskan bahwa peran sinema tidak sekadar menghibur, tetapi juga membawa pesan dan makna yang lebih luas. Ia mampu menjadi ruang dialog antara sejarah, seni, dan identitas kolektif. Melalui peran Nicholas Saputra, film ini menyajikan pengalaman yang menyentuh sekaligus mengajak penonton merenungkan kembali perjalanan panjang sinema Indonesia.
Nicholas hadir bukan hanya sebagai seorang aktor, melainkan juga sebagai jembatan yang membuat sejarah terasa hidup di layar lebar. Dengan demikian, Siapa Dia tidak sekadar memperkuat rekam jejak profesional Nicholas, melainkan juga turut berperan dalam memajukan sinema nasional. Film ini hadir sebagai perayaan sekaligus refleksi yang mengajukan pertanyaan mendasar tentang identitas bangsa dan peran seni dalam menyingkap jawabannya.






