Kesukaan Gen Z: Matcha dan Kopi, Apakah Matcha Lebih Sehat daripada Kopi? Atau Sebaliknya

114
Foto: Illustrasi/Freepik.com

Seringkali, Generasi Z atau Gen Z mengonsumsi minuman-minuman yang sedang hit atau populer di kalangannya. Kali ini, matcha dan kopi menjadi minuman yang kerap digemari oleh para kaula muda. Namun, matcha dan kopi, keduanya sama-sama mengandung kafein. Lantas, apakah matcha lebih baik daripada kopi, atau sebaliknya? 

Matcha, dengan warna hijaunya yang cerah dan tradisi yang sudah ada sejak berabad-abad lalu, sering disebut sebagai makanan super yang meningkatkan kesehatan. Namun, apa yang membedakannya dari teh hijau biasa, atau bahkan kopi yang biasa kamu minum?

Seperti teh hijau dan teh hitam, matcha berasal dari tanaman camellia sinensis. Perbedaannya terletak pada cara menanam dan mengolahnya. Sementara teh hitam difermentasi dan teh hijau biasa dikeringkan, matcha ditanam di tempat teduh selama beberapa minggu sebelum dipanen.

Metode unik ini mengubah zat kimia dari tanaman tersebut,yaitu dapat  meningkatkan senyawa tertentu seperti klorofil dan asam amino, serta memberi matcha rasa yang khas dan warna hijau yang kaya. Daunnya kemudian dikeringkan dan digiling halus menjadi bubuk – oleh karena itu matcha, yang secara harfiah berarti “teh bubuk” dalam bahasa Jepang.

Meskipun secara luas dikaitkan dengan budaya Jepang dan upacara minum teh Zen, matcha sebenarnya berasal dari Tiongkok. Matcha dibawa ke Jepang pada abad ke-12 oleh para biksu Buddha, yang menggunakannya untuk mendukung meditasi. Seiring berjalannya waktu, matcha menjadi makanan pokok dalam budaya teh di Jepang, terutama dalam upacara minum teh formal.

Dari sudut pandang kesehatan, matcha menawarkan banyak manfaat yang sama seperti teh hijau – berkat kandungan polifenolnya yang tinggi, termasuk flavonoid, yang dikenal sebagai antioksidan. Namun, karena daunnya dikonsumsi utuh dalam bentuk bubuk, matcha dapat memberikan dosis senyawa bermanfaat yang lebih terkonsentrasi.

Lebih lanjut, Matcha seringkali disebut-sebut karena berbagai manfaat kesehatan potensialnya. Diantaranya adalah efek antioksidan, antimikroba, antiradang, antiobesitas, dan bahkan antikanker, serta potensi peningkatan fungsi otak, penghilang stres, kesehatan jantung, dan pengaturan gula darah.

Namun kendalanya adalah sebagian besar bukti yang mendukung klaim ini berasal dari studi laboratorium (pada sel atau hewan), bukan uji klinis yang kuat pada manusia. Jadi, meskipun penelitian awal menjanjikan, hasilnya masih jauh dari konklusif.

Satu hal yang kita ketahui: matcha mengandung kafein – lebih banyak daripada teh hijau biasa, meskipun biasanya lebih sedikit daripada kopi. Kafein sendiri memiliki manfaat kesehatan yang terdokumentasi dengan baik jika dikonsumsi dalam jumlah sedang, termasuk peningkatan fokus, suasana hati, metabolisme, dan bahkan penurunan risiko penyakit tertentu seperti Alzheimer dan Parkinson.

Namun, dosis tinggi dapat menyebabkan efek samping seperti insomnia, kecemasan, dan tekanan darah tinggi. Pendekatan “semakin banyak semakin baik” tidak berlaku di sini, dan dosis kafein yang optimal masih belum jelas.

Saat membandingkan matcha dengan kopi, keduanya menawarkan sifat antioksidan dan manfaat kardiovaskular yang serupa. Namun, kopi telah dipelajari lebih luas, dengan pedoman yang lebih jelas: tiga hingga empat cangkir sehari tampaknya merupakan batas yang aman bagi kebanyakan orang.

Untuk matcha, pedomannya sedikit lebih konservatif, dengan sumber yang menyarankan satu hingga tiga cangkir sehari, mungkin karena kadar polifenol yang lebih tinggi.

Tanin dan polifenol dalam teh dan kopi dapat mengganggu penyerapan zat besi, terutama dari makanan nabati. Minum dalam jumlah banyak secara teratur, terutama di sekitar waktu makan, dapat meningkatkan risiko anemia defisiensi besi.

Itulah sebabnya disarankan untuk menikmati minuman ini setidaknya dua jam sebelum atau sesudah makan, terutama bagi orang yang mengikuti pola makan nabati atau yang sudah rentan terhadap kadar zat besi rendah.

Pertimbangan lain dari pilihan  kopi dan matcha adalah dari segi rasa yang sama-sama sedikit asam dan dapat menyebabkan ketidaknyamanan pencernaan atau refluks pada orang dengan perut sensitif. Meski begitu, matcha mungkin merupakan pilihan yang lebih baik bagi sebagian orang. Tidak seperti kopi, matcha mengandung L-theanine, asam amino yang meningkatkan relaksasi dan dapat menangkal efek gelisah dari kafein, menjadikannya alternatif yang lebih lembut bagi orang yang rentan terhadap rasa cemas atau anxiety.

Matcha dan kopi sama-sama  memiliki potensi manfaat kesehatan dan pilihan yang tepat bergantung pada kebutuhan dan preferensi pribadi. Ingatlah untuk menikmati keduanya dalam jumlah yang sesuai, yaitu tidak berlebihan, terutama jika kamu sedang mengelola kadar zat besi atau masalah pencernaan.